Di bangku taman itu..
Aku pertama kali melihatmu. Tampak serius membaca buku filsafat dan sesekali melirik jam tanganmu, seperti sedang menunggu seseorang. Saat aku duduk disampingmu, engkau mulai melirikku sambil tetap menatap buku filsafatmu.
Di bangku taman itu..
Engkau mulai sering datang untuk hanya sekedar duduk, padahal aku tahu. Kau datang untuk melihatku...iyah, hanya untuk melihatku.
Di bangku taman itu...
Engkau menyatakan perasaanmu padaku. Kau nyatakan cintamu. Hatiku senangnya bukan main. Aku seperti dibawa ke langit ke tujuh, karena aku pun mencintaimu.
Di bangku taman itu...
Kita banyak bicara. Banyak saling melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak perlu tempat mewah, mall atau restoran mewah untuk membuatku terkesan. Cara bicaramu saja, sudah membuatku tersenyum bahagia.
Di bangku taman itu...
Engkau melamarku. Benar-benar memintaku untuk menjadi pendamping hidupmu. Ya Allah, mungkin engkaulah jawaban atas doa-doaku. Aku pun mengiyakan.
Di bangku taman itu..
Kita merencanakan acara penting kita. Mulai dari hal-hal kecil, hingga pesta dengan mengundang ratusan orang, karena aku dan kamu anak tunggal, sehingga keluarga kita berdua ingin pesta yang megah. Aku sungguh bahagia.
Di bangku taman itu...
Aku menunggumu. Kau tidak juga datang. Sudah 2 bulan setelah kau melamar, kau menjadi jarang datang kesini dan mudah membatalkan janji kita untuk bertemu. Entah kenapa.
Di bangku taman itu...
Menjelang 2 minggu sebelum pernikahan kita, aku menunggumu sambil membawa setumpuk kartu undangan yang akan kita bagikan bersama.tapi, lama kutunggu...kau tak jua datang. Tebersit rasa kecewa. Tapi akhirnya kau datang, kau datang dengan muka yang murung. Entah mengapa, tapi aku tahu bahwa ada yang tidak beres.
Di bangku taman itu..
Aku duduk terdiam. Menunggumu untuk terakhir kalinya.
Menantikan kedatanganmu yang terakhir kalinya. Iyah, terakhir kalinya.
karena engkau telah membatalkan pernikahan kita. Tepat...2 minggu sebelum perlehatan itu digelar.
Kau datang, aku memelukmu.
Kau datang, aku memelukmu.
Memelukmu dengan sangat erat.
Lama..
sangat lama..
hingga kau tidak bergerak, lunglai, lalu terjatuh.
Dan aku memegang sebilah pisau berlumuran darah.
"diposting di Ngerumpi.com tanggal 25 Agustus 2011